Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Agustus 2015
Halaman: 244
ISBN: 9786020318967
Sinopsis
Namanya Salva. Panggilannya Ava. Namun papanya memanggil dia Sliva atau ludah karena menganggapnya tidak berguna. Ava sekeluarga pindah ke Rusun Nero stelah Kakek Kia meninggal. Kakek Kia, ayahnya Papa, pernah memberi Ava kamus sebagai hadiah ulang tahun yang ketiga. ejak itu Ava menjadi anak yang pintar berbahasa Indonesia. Sayangnya, kebanyakan orang dewasa lebih menganggap penting anak yang pintar berbahasa Inggris. Setelah pindah ke Rusn Nero, Ava bertemu anak laki-laki bernama P. Iya, namanya hanya terdiri dari satu huruf P. Dari pertemuan itulah, petualangan Ava dan P hingga sampai pada akhir yang mengejutkan.
Ditulis dengan alur yang penuh kejutan dan gaya bercerita yang unik, sudah selayaknya para juri sayembara memilih novel Di Tanah Lada sebagai salah satu juaranya.
***
Apa kalian pernah baca novel yang dikisahkan dari sudut
pandang anak-anak tapi bukan novel anak? Nah, kalau belum boleh banget nih coba
baca salah satu novel karya Ziggy.
Novel pemenang II Sayembara Menulis DKJ 2014 ini mengangkat
kisah seorang anak kecil berusia 6 tahun bernama Ava. Dibuka dengan peristiwa
kematian kakeknya yang membuat keluarga Ava pindah ke Rusun Nero atas paksaan
ayahnya yang suka marah dan berjudi. Ibunya sendiri tidak bisa berbuat banyak
demi mencegah ide gila suaminya; menjual rumah lalu tinggal di tempat yang jauh
tidak layak dari sebelumnya karena keranjingan judi!
Ava yang sekecil itu dalam kesehariannya sering kali belajar
kata-kata lewat kamus hadiah kakek. Tak heran ketika ia berkenalan dengan salah
satu anak penghuni rusun di sebuah warung makan sekitar, Ava terlihat berbeda
dari anak seumurannya. Di sisi lain, anak laki-laki berusia 10 tahun bernama P
ternyata pandai bermain gitar dan menyanyikan lagu berbahasa Inggris berkat
temannya, Mas Alri.
Kehidupan Ava dan P sebenarnya tak jauh berbeda. Mereka
sama-sama mempunyai ayah yang tidak menyayangi mereka. Bahkan ayah P tidak
segan melakukan kekerasan terhadap anaknya. Kesamaan inilah yang mengeratkan
pertemanan mereka hingga membawa keduanya dalam sebuah perjalanan mencari
kebahagiaan ke tempat neneknya Ava tanpa sepengetahuan dan pendamping orang
dewasa. Sampai akhirnya Mas Alri menemukan mereka dan mendampingi perjalanan
mereka.
Di bagian ini sosok ibunya Ava nampak sama sekali tidak
berperasaan, anaknya begitu saja dipercayakan kepada Mas Alri. Bagaimana bisa
sang ibu tidak mau melihat anaknya padahal telah ditemukan di stasiun?
Bagaimana pada akhirnya perjalanan bocah-bocah ini? Penulis
mengakhiri kisahnya dengan tidak terduga. Apa boleh buat, memang anak-anak ini
terlalu luar biasa hanya untuk mempunyai cerita akhir bahagia yang biasa.
Kecewa dengan akhirnya? Kalau saya sih nggak. Biar anak-anak
itu menemukan bahagia sesungguhnya di alam sana.
Nah kalau ini beberapa kalimat yang menurut saya cukup ngena
sih. Kurang quotable tapi yaa boleh
juga laah.
"Jadilah anak kecil barang sebentar lagi. Lebih lama
lagi. Bacalah banyak buku tanpa mengerti artinya. Bermainlah tanpa takut sakit.
Tonton televisi tanpa takut jadi bodoh. Bermanja-manjalah tanpa takut dibenci.
Makanlah tanpa takut gendut. Percayalah tanpa takut kecewa. Sayangilah orang
tanpa takut dikhianati. Hanya sekarang (di masa anak-anak) kamu bisa
mendapatkan semua itu. Rugi, kalau kamu tidak memanfaatkan saat-saat ini untuk
hidup tanpa rasa takut."
dengan perubahan sesuai dengan kesepakatan penulis
Di sini bahkan Ziggy banyak nempelin kata-kata itu seperti
adanya kamus. Namun tetap diperjelas dengan cara menyuguhkan logika yang
'diputar-putar' sedemikian rupa terkait kata tersebut sehingga didapat
kesimpulan yang akhirnya melekat dalam pemikiran Ava. Istilahnya mungkin premis
ya...
Terkadang narasi pemikiran Ava terlampau sulit dipercaya
bahwa dia masih anak-anak. Kalau dibilang anak-anak setengah ajaib mungkin,
iya.
Ketika tinggal di rusun Nero inilah Ava bertemu bocah 10
tahun yang namanya P. Iya, P aja yang kurang lebih senasib dengan Ava. P amat
dibenci ayahnya yang bukan ayahnya. Beruntungnya di rusun itu ada mas Alri dan
kak Suri yang baik hati. Kenapa? Misteri ini dibongkar penulis di bagian akhir.
Selain kedekatan emosi, peristiwa buruk yang menimpa kedua
bocah ini membawa keduanya dalam perjalanan ke tempat nenek Ava tanpa
sepengetahuan dan pendamping orang dewasa. Sampai akhirnya mas Alri menemukan
mereka dan mendampingi perjalanan mereka. Di sini sosok ibu Ava menurutku tidak
berperasaan, anaknya begitu saja dipercayakan kepada mas Alri, halangan sebesar
apa yang mencegah ia langsung menemui anaknya padahal telah ditemukan di
stasiun, belum sampai menyeberang pulau.
Bagaimana pada akhirnya perjalanan bocah-bocah ini? Penulis
mengakhiri kisahnya dengan tidak terduga. Apa boleh buat, memang anak-anak ini
terlalu luar biasa hanya untuk mempunyai cerita akhir bahagia yang biasa.
Wih bener bener mantap banget :D
BalasHapusRestu Mande
apakah klub baca ini ada perkumpulan daratnya ya?
BalasHapus