Rabu, 29 Maret 2017

Di Tanah Lada - Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie

Judul: Di Tanah Lada
Penulis: Ziggy Zezsyazeoviennazabrizkie
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Agustus 2015
Halaman: 244
ISBN: 9786020318967



Sinopsis
Namanya Salva. Panggilannya Ava. Namun papanya memanggil dia Sliva atau ludah karena menganggapnya tidak berguna. Ava sekeluarga pindah ke Rusun Nero stelah Kakek Kia meninggal. Kakek Kia, ayahnya Papa, pernah memberi Ava kamus sebagai hadiah ulang tahun yang ketiga. ejak itu Ava menjadi anak yang pintar berbahasa Indonesia. Sayangnya, kebanyakan orang dewasa lebih menganggap penting anak yang pintar berbahasa Inggris. Setelah pindah ke Rusn Nero, Ava bertemu anak laki-laki bernama P. Iya, namanya hanya terdiri dari satu huruf P. Dari pertemuan itulah, petualangan Ava dan P hingga sampai pada akhir yang mengejutkan.

Ditulis dengan alur yang penuh kejutan dan gaya bercerita yang unik, sudah selayaknya para juri sayembara memilih novel Di Tanah Lada sebagai salah satu juaranya.


***



Apa kalian pernah baca novel yang dikisahkan dari sudut pandang anak-anak tapi bukan novel anak? Nah, kalau belum boleh banget nih coba baca salah satu novel karya Ziggy.

Novel pemenang II Sayembara Menulis DKJ 2014 ini mengangkat kisah seorang anak kecil berusia 6 tahun bernama Ava. Dibuka dengan peristiwa kematian kakeknya yang membuat keluarga Ava pindah ke Rusun Nero atas paksaan ayahnya yang suka marah dan berjudi. Ibunya sendiri tidak bisa berbuat banyak demi mencegah ide gila suaminya; menjual rumah lalu tinggal di tempat yang jauh tidak layak dari sebelumnya karena keranjingan judi!

Ava yang sekecil itu dalam kesehariannya sering kali belajar kata-kata lewat kamus hadiah kakek. Tak heran ketika ia berkenalan dengan salah satu anak penghuni rusun di sebuah warung makan sekitar, Ava terlihat berbeda dari anak seumurannya. Di sisi lain, anak laki-laki berusia 10 tahun bernama P ternyata pandai bermain gitar dan menyanyikan lagu berbahasa Inggris berkat temannya, Mas Alri.

Kehidupan Ava dan P sebenarnya tak jauh berbeda. Mereka sama-sama mempunyai ayah yang tidak menyayangi mereka. Bahkan ayah P tidak segan melakukan kekerasan terhadap anaknya. Kesamaan inilah yang mengeratkan pertemanan mereka hingga membawa keduanya dalam sebuah perjalanan mencari kebahagiaan ke tempat neneknya Ava tanpa sepengetahuan dan pendamping orang dewasa. Sampai akhirnya Mas Alri menemukan mereka dan mendampingi perjalanan mereka.

Di bagian ini sosok ibunya Ava nampak sama sekali tidak berperasaan, anaknya begitu saja dipercayakan kepada Mas Alri. Bagaimana bisa sang ibu tidak mau melihat anaknya padahal telah ditemukan di stasiun?

Bagaimana pada akhirnya perjalanan bocah-bocah ini? Penulis mengakhiri kisahnya dengan tidak terduga. Apa boleh buat, memang anak-anak ini terlalu luar biasa hanya untuk mempunyai cerita akhir bahagia yang biasa.

Kecewa dengan akhirnya? Kalau saya sih nggak. Biar anak-anak itu menemukan bahagia sesungguhnya di alam sana.

Nah kalau ini beberapa kalimat yang menurut saya cukup ngena sih. Kurang quotable tapi yaa boleh juga laah.

"Jadilah anak kecil barang sebentar lagi. Lebih lama lagi. Bacalah banyak buku tanpa mengerti artinya. Bermainlah tanpa takut sakit. Tonton televisi tanpa takut jadi bodoh. Bermanja-manjalah tanpa takut dibenci. Makanlah tanpa takut gendut. Percayalah tanpa takut kecewa. Sayangilah orang tanpa takut dikhianati. Hanya sekarang (di masa anak-anak) kamu bisa mendapatkan semua itu. Rugi, kalau kamu tidak memanfaatkan saat-saat ini untuk hidup tanpa rasa takut."





Ditulis oleh: Niki Saka
dengan perubahan sesuai dengan kesepakatan penulis
























Di sini bahkan Ziggy banyak nempelin kata-kata itu seperti adanya kamus. Namun tetap diperjelas dengan cara menyuguhkan logika yang 'diputar-putar' sedemikian rupa terkait kata tersebut sehingga didapat kesimpulan yang akhirnya melekat dalam pemikiran Ava. Istilahnya mungkin premis ya...

Terkadang narasi pemikiran Ava terlampau sulit dipercaya bahwa dia masih anak-anak. Kalau dibilang anak-anak setengah ajaib mungkin, iya.

Ketika tinggal di rusun Nero inilah Ava bertemu bocah 10 tahun yang namanya P. Iya, P aja yang kurang lebih senasib dengan Ava. P amat dibenci ayahnya yang bukan ayahnya. Beruntungnya di rusun itu ada mas Alri dan kak Suri yang baik hati. Kenapa? Misteri ini dibongkar penulis di bagian akhir.

Selain kedekatan emosi, peristiwa buruk yang menimpa kedua bocah ini membawa keduanya dalam perjalanan ke tempat nenek Ava tanpa sepengetahuan dan pendamping orang dewasa. Sampai akhirnya mas Alri menemukan mereka dan mendampingi perjalanan mereka. Di sini sosok ibu Ava menurutku tidak berperasaan, anaknya begitu saja dipercayakan kepada mas Alri, halangan sebesar apa yang mencegah ia langsung menemui anaknya padahal telah ditemukan di stasiun, belum sampai menyeberang pulau.

Bagaimana pada akhirnya perjalanan bocah-bocah ini? Penulis mengakhiri kisahnya dengan tidak terduga. Apa boleh buat, memang anak-anak ini terlalu luar biasa hanya untuk mempunyai cerita akhir bahagia yang biasa.


2 komentar: